Tokoh Wayang
Mengenal jati diri melalui karakter tokoh wayang.
Batara Guru
Batara
Guru (Manikmaya, Dewa Siwa) merupakan Dewa yang merajai kahyangan. Dia
yang mengatur wahyu kepada para wayang, hadiah, dan ilmu-ilmu. Batara
Guru mempunyai sakti (istri) Dewi Uma, dan mempunyai beberapa anak.
Berikut adalah urutan anak-anak Batara Guru, dimulai dari yang paling sulung (menurut tradisi wayang Jawa):
Lanjut Baca »
Berikut adalah urutan anak-anak Batara Guru, dimulai dari yang paling sulung (menurut tradisi wayang Jawa):
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang |
Ganesa
adalah salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja
oleh umat Hindu, yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan dan
kecerdasan, Dewa pelindung, Dewa penolak bala/bencana dan Dewa
kebijaksanaan. Lukisan dan patungnya banyak ditemukan di berbagai
penjuru India; termasuk Nepal, Tibet dan Asia Tenggara. Dalam relief,
patung dan lukisan, ia sering digambarkan berkepala gajah, berlengan
empat dan berbadan gemuk. Ia dikenal pula dengan nama Ganapati, Winayaka
dan Pilleyar. Dalam tradisi pewayangan, ia disebut Bhatara Gana, dan
dianggap merupakan salah satu putera Bhatara Guru (Siwa). Berbagai sekte
dalam agama Hindu memujanya tanpa mempedulikan golongan. Pemujaan
terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke umat Jaina, Buddha, dan di
luar India.[1]
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang |
Hanoman (Sanskerta: Hanuman)
atau Hanumat, juga disebut sebagai Anoman, adalah salah satu dewa dalam
kepercayaan agama Hindu, sekaligus tokoh protagonis dalam wiracarita
Ramayana yang paling terkenal. Ia adalah seekor kera putih dan merupakan
putera Batara Bayu dan Anjani, saudara dari Subali dan Sugriwa. Menurut
kitab Serat Pedhalangan, tokoh Hanoman sebenarnya memang asli dari
wiracarita Ramayana, namun dalam pengembangannya tokoh ini juga
kadangkala muncul dalam serial Mahabharata, sehingga menjadi tokoh antar
zaman. Di India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung dan beberapa
kuil didedikasikan untuk memuja dirinya.
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Dalam ajaran agama Hindu, Kala adalah putera Dewa Siwa yang bergelar
sebagai dewa penguasa waktu (kata kala berasal dari bahasa Sansekerta
yang artinya waktu). Dewa Kala sering disimbolkan sebagai rakshasa yang
berwajah menyeramkan, hampir tidak menyerupai seorang Dewa. Dalam
filsafat Hindu, Kala merupakan simbol bahwa siapa pun tidak dapat
melawan hukum karma. Apabila sudah waktunya seseorang meninggalkan dunia
fana, maka pada saat itu pula Kala akan datang menjemputnya. Jika ada
yang bersikeras ingin hidup lama dengan kemauan sendiri, maka ia akan
dibinasakan oleh Kala. Maka dari itu, wajah Kala sangat menakutkan,
bersifat memaksa semua orang agar tunduk pada batas usianya.
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang |
Dalam
ajaran agama Hindu, Indra adalah dewa cuaca dan raja kahyangan. Oleh
orang-orang bijaksana, ia diberi gelar dewa petir, dewa hujan, dewa
perang, raja surga, pemimpin para dewa, dan banyak lagi sebutan untuknya
sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Menurut mitologi Hindu, Beliau
adalah dewa yang memimpin delapan Wasu, yaitu delapan dewa yang
menguasai aspek-aspek alam.
Dewa Indra terkenal di kalangan umat Hindu dan sering disebut dalam susastra Hindu, seperti kitab-kitab Purana (mitologi) dan Itihasa (wiracarita). Dalam kitab-kitab tersebut posisinya lebih menonjol sebagai raja kahyangan dan memimpin para dewa menghadapi kaum raksasa. Indra juga disebut dewa perang, karena Beliau dikenal sebagai dewa yang menaklukkan tiga benteng musuhnya (Tripuramtaka). Ia memiliki senjata yang disebut Bajra, yang diciptakan oleh Wiswakarma, dengan bahan tulang Resi Dadici. Kendaraan Beliau adalah seekor gajah putih yang bernama Airawata. Istri Beliau Dewi Saci.
Lanjut Baca »
Dewa Indra terkenal di kalangan umat Hindu dan sering disebut dalam susastra Hindu, seperti kitab-kitab Purana (mitologi) dan Itihasa (wiracarita). Dalam kitab-kitab tersebut posisinya lebih menonjol sebagai raja kahyangan dan memimpin para dewa menghadapi kaum raksasa. Indra juga disebut dewa perang, karena Beliau dikenal sebagai dewa yang menaklukkan tiga benteng musuhnya (Tripuramtaka). Ia memiliki senjata yang disebut Bajra, yang diciptakan oleh Wiswakarma, dengan bahan tulang Resi Dadici. Kendaraan Beliau adalah seekor gajah putih yang bernama Airawata. Istri Beliau Dewi Saci.
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang |
Dalam
ajaran agama Hindu, Wisnu (disebut juga Sri Wisnu atau Narayana) adalah
Dewa yang bergelar sebagai shtiti (pemelihara) yang bertugas memelihara
dan melindungi segala ciptaan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam
filsafat Hindu Waisnawa, Ia dipandang sebagai roh suci sekaligus dewa
yang tertinggi. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan tradisi Hindu
umumnya, Dewa Wisnu dipandang sebagai salah satu manifestasi Brahman dan
enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri yang menyaingi atau
sederajat dengan Brahman.
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang |
Menurut
ajaran agama Hindu, Brahma (Dewanagari: Brahma) adalah Dewa pencipta.
Dalam filsafat Adwaita, ia dipandang sebagai salah satu manifestasi dari
Brahman (sebutan Tuhan dalam konsep Hinduisme) yang bergelar sebagai
Dewa pencipta. Dewa Brahma sering disebut-sebut dalam kitab Upanishad
dan Bhagawadgita.
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang |
Kyai
Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam
pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh
sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah
Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam
naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena
tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Definisi Silsilah
Menurut Kamus Basa Sunda oleh M.A. Satjadibrata, arti silsilah itu ialah rangkaian keturunan seseorang yang ada kaitannya dengan orang lain yang menjadi istrinya dan sanak keluarganya. Silsilah tersebut adalah merupakan suatu susunan keluarga dari atas ke bawah dan ke samping, dengan menyebutkan nama keluarganya.
Arti silsilah itu bersifat universal, yang artinya orang-orang di seluruh dunia mempunyai silsilah keturunannya dan pula, di seluruh benua akan dimaklumi, bahwa semua orang pasti akan mengagungkan leluhurnya. Kita sering membaca silsilah keturunan para raja yang termasuk sejarah atau silsilah para penguasa yang memerintah suatau daerah, baik yang ditulis pada prasasti maupun benda lain yang artinya bukan hanya untuk dikenal saja, tetapi untuk digaungkan oleh segenap masyarakatnya, dan dikenang akan jasa-jasanya.
Lanjut Baca »
Menurut Kamus Basa Sunda oleh M.A. Satjadibrata, arti silsilah itu ialah rangkaian keturunan seseorang yang ada kaitannya dengan orang lain yang menjadi istrinya dan sanak keluarganya. Silsilah tersebut adalah merupakan suatu susunan keluarga dari atas ke bawah dan ke samping, dengan menyebutkan nama keluarganya.
Arti silsilah itu bersifat universal, yang artinya orang-orang di seluruh dunia mempunyai silsilah keturunannya dan pula, di seluruh benua akan dimaklumi, bahwa semua orang pasti akan mengagungkan leluhurnya. Kita sering membaca silsilah keturunan para raja yang termasuk sejarah atau silsilah para penguasa yang memerintah suatau daerah, baik yang ditulis pada prasasti maupun benda lain yang artinya bukan hanya untuk dikenal saja, tetapi untuk digaungkan oleh segenap masyarakatnya, dan dikenang akan jasa-jasanya.
Lanjut Baca »
Sang Hyang Tunggal adalah suami dari Dewi Wiranti putri dari Sang Hyang
Rekatatama. Serta ayah dari Batara Ismaya (Semar), Batara Antaga
(Togog) dan Batara Manikmaya (Guru).
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang | Komentar Dimatikan
Bayu
(Sanskerta: Vayu, baca: Bayu, disebut juga Waata atau Pawana atau
Prana) dalam agama Hindu adalah Dewa utama, bergelar sebagai Dewa angin.
Udara (Vayu) atau angin (Pavana) merupakan salah satu unsur dalam Panca
Maha Bhuta, lima elemen dasar dalam ajaran agama Hindu.
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang | Komentar Dimatikan
Dalam
agama Hindu, Candra adalah dewa bulan, sekaligus seorang Graha. Candra
juga disamakan dengan Soma, dewa bulan dalam Weda-Weda. Kata Soma
merujuk kepada minuman manis dari tanaman, sehingga Candra menjadi
penguasa tanaman dan tumbuhan.
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dewa-Dewi Wayang | Komentar Dimatikan
Ia
bisa diselamatkan dari para penujum, tapi bisakah ia dibela dari nasib?
Sejak Raja Subala mendengar ramalan buruk itu, ia perintahkan agar
siapa saja yang hendak membaca masa depan tak diperkenankan masuk ke
istana. Baginda tak akan lupa ucapan brahmana yang datang di musim semi
itu—penujum terakhir yang diantar dengan bergegas ke luar balairung:
”Kelak, putri Paduka akan hidup dalam gelap, mungkin karena getir.”
Tentu saja Gandhari tak mendengar kata-kata itu.
Lanjut Baca »
Tentu saja Gandhari tak mendengar kata-kata itu.
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Dinasti Kuru, Goenawan Muhammad, Korawa, Pembacaan Modern, Tokoh Mahabharata | Komentar Dimatikan
Gandari
(Sansekerta: Gandhari) adalah nama seorang tokoh dalam wiracarita
Hindu, Mahabharata. Dalam kisah, ia merupakan puteri Subala, Raja
Gandhara (di masa sekarang disebut Kandhahar), yaitu wilayah yang
meliputi Pakistan barat daya dan Afganistan timur, dan namanya diambil
dari sana. Gandari menikahi Dretarastra, pangeran tertua di Kerajaan
Kuru. Semenjak bersuami, Gandari sengaja menutup matanya sendiri agar
tidak bisa menikmati keindahan dunia karena ingin mengikuti jejak
suaminya.
Gandari melahirkan seratus putera, (secara keseluruhan dikenal sebagai Korawa), dan seorang puteri bernama Dursala yang menikahi Jayadrata. Pada saat kehamilannya, ia merasa iri dengan Kunti yang sudah memiliki anak, sedangkan ia sendiri belum dikaruniai anak.
Lanjut Baca »
Gandari melahirkan seratus putera, (secara keseluruhan dikenal sebagai Korawa), dan seorang puteri bernama Dursala yang menikahi Jayadrata. Pada saat kehamilannya, ia merasa iri dengan Kunti yang sudah memiliki anak, sedangkan ia sendiri belum dikaruniai anak.
Lanjut Baca »
Gatotkaca,
terkenal sebagai ksatria perkasa berotot kawat bertulang besi. Ia
adalah anak Bima, ibunya bernama Dewi Arimbi. Dalam pewayangan,
Gatotkaca adalah seorang raja muda di Pringgadani, yang rakyatnya hampir
seluruhnya terdiri atas bangsa raksasa. Negeri ini diwarisinya dari
ibunya. Sebelum itu, kakak ibunya yang bernama Arimba, menjadi raja di
negeri itu. Sebagai raja muda di Pringgadani, Gatotkaca banyak dibantu
oleh patihnya, Brajamusti, adik Arimbi.
Begitu lahir di dunia, Gatotkaca telah membuat huru-hara. Tali pusarnya tidak dapat diputus. Berbagai macam pisau dan senjata tak mampu memotong tali pusar itu. Akhirnya keluarga Pandawa sepakat menugasi Arjuna mencari senjata ampuh untuk keperluan itu. Sementara itu para dewa pun tahu peristiwa itu. Untuk menolongnya Batara Guru mengutus Batara Narada turun ke bumi membawa senjata pemotong tali pusar Gatotkaca. Namun Batara Narada membuat kekeliruan.
Lanjut Baca »
Begitu lahir di dunia, Gatotkaca telah membuat huru-hara. Tali pusarnya tidak dapat diputus. Berbagai macam pisau dan senjata tak mampu memotong tali pusar itu. Akhirnya keluarga Pandawa sepakat menugasi Arjuna mencari senjata ampuh untuk keperluan itu. Sementara itu para dewa pun tahu peristiwa itu. Untuk menolongnya Batara Guru mengutus Batara Narada turun ke bumi membawa senjata pemotong tali pusar Gatotkaca. Namun Batara Narada membuat kekeliruan.
Lanjut Baca »
Gatotkaca
(bahasa Sanskerta: Ghattotkacha) adalah seorang tokoh dalam wiracarita
Mahabharata yang dikenal sebagai putra Bimasena atau Wrekodara dari
keluarga Pandawa. Ibunya yang bernama Hidimbi (Harimbi) berasal dari
bangsa rakshasa, sehingga ia pun dikisahkan memiliki kekuatan luar
biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra ia banyak menewaskan sekutu
Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna.
Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa ia dikenal dengan ejaan Gatutkaca (bahasa Jawa: Gathutkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan “otot kawat tulang besi”.
Lanjut Baca »
Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa ia dikenal dengan ejaan Gatutkaca (bahasa Jawa: Gathutkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan “otot kawat tulang besi”.
Lanjut Baca »
Bima
(Sanskerta: Bhima) atau Bimasena (Sanskerta: Bhimaséna) adalah seorang
tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia dianggap sebagai
seorang tokoh heroik. Ia adalah putra Dewi Kunti dan dikenal sebagai
tokoh Pandawa yang kuat, bersifat selalu kasar dan menakutkan bagi
musuh, walaupun sebenarnya hatinya lembut. Ia merupakan keluarga Pandawa
di urutan yang kedua, dari lima bersaudara. Saudara se’ayah’-nya ialah
wanara yang terkenal dalam epos Ramayana dan sering dipanggil dengan
nama Hanoman. Akhir dari riwayat Bima diceritakan bahwa dia mati
sempurna (moksa) bersama ke empat saudaranya setelah akhir perang
Bharatayuddha. Cerita ini dikisahkan dalam episode atau lakon
Prasthanikaparwa. Bima setia pada satu sikap, yaitu tidak suka berbasa
basi dan tak pernah bersikap mendua serta tidak pernah menjilat ludahnya
sendiri.
Lanjut Baca »
Lanjut Baca »
Yudistira
alias Dharmawangsa, adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita
Mahabharata. Ia merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru,
dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia merupakan yang tertua di
antara lima Pandawa, atau para putera Pandu.
Dalam tradisi pewayangan, Yudistira diberi gelar “Prabu” dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama Kerajaan Amarta.
Lanjut Baca »
Dalam tradisi pewayangan, Yudistira diberi gelar “Prabu” dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama Kerajaan Amarta.
Lanjut Baca »
DEWI
KUSALYA/KESALYA dikenal pula dengan nama Dewi Ragu (Pedalangan Jawa)
atau Dewi Sukasalya (Pustaka Raja). Ia putra Prabu Banaputra, raja
negara Ayodya dengan permaisuri Dewi Barawati, putri Prabu Banawa. Dewi
Kusalya berwajah sangat cantik, anggun penampilannya dan diyakini
sebagai titisan Bathari Sri Widowati.
Saat berusia remaja, Dewi Kusalya menderita penyakit lumpuh yang tak tersembuhkan oleh para tabib. Prabu Banaraja akhirnya mengeluarkan sayembara, barang siapa yang dapat menyembuhkan penyakit Dewi Kusalya dialah yang akan menjadi jodohnya. Penyakit Dewi Kusalya akhirnya dapat disembuhkan oleh Resi Rawatmaja, brahmana tua dari pertapaan Puncakmolah yang memiliki Cupu Astagina beriisi air mujarab Mayamahadi pemberian Sanghyang Narada.
Lanjut Baca »
Saat berusia remaja, Dewi Kusalya menderita penyakit lumpuh yang tak tersembuhkan oleh para tabib. Prabu Banaraja akhirnya mengeluarkan sayembara, barang siapa yang dapat menyembuhkan penyakit Dewi Kusalya dialah yang akan menjadi jodohnya. Penyakit Dewi Kusalya akhirnya dapat disembuhkan oleh Resi Rawatmaja, brahmana tua dari pertapaan Puncakmolah yang memiliki Cupu Astagina beriisi air mujarab Mayamahadi pemberian Sanghyang Narada.
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Tokoh Ramayana | Komentar Dimatikan
Siapakah
yang mendengar suara Drupadi ketika ia diseret pada rambutnya yang
panjang ke balairung perjudian itu? Semua. Semua mendengar. Tapi tak ada
yang menolongnya.
Yudhistira, suaminya, yang telah kalah dalam pertaruhan, membisu. Juga Arjuna. Juga Nakula dan Sadewa. Hanya Bima yang menggeratakkan gerahamnya dalam rasa marah yang tertahan, hanya Bima yang berbisik, bahwa Yudhistira telah berbuat berlebihan, karena bahkan pelacur pun tak dipertaruhkan dalam pertandingan dadu. ”Ketika kau jadikan kami, adik-adikmu, barang taruhan, aku diam, karena kau, kakak sulung, adalah tetua kami. Kami bahkan rela jadi budak ketika kau kalah. Ketika kau jadikan dirimu sendiri barang pembayaran, kami juga diam, karena kau sendirilah yang menanggungnya. Tapi apa hakmu mengorbankan Drupadi di tempat ini? Apa hakmu, Kakakku?”
Lanjut Baca »
Yudhistira, suaminya, yang telah kalah dalam pertaruhan, membisu. Juga Arjuna. Juga Nakula dan Sadewa. Hanya Bima yang menggeratakkan gerahamnya dalam rasa marah yang tertahan, hanya Bima yang berbisik, bahwa Yudhistira telah berbuat berlebihan, karena bahkan pelacur pun tak dipertaruhkan dalam pertandingan dadu. ”Ketika kau jadikan kami, adik-adikmu, barang taruhan, aku diam, karena kau, kakak sulung, adalah tetua kami. Kami bahkan rela jadi budak ketika kau kalah. Ketika kau jadikan dirimu sendiri barang pembayaran, kami juga diam, karena kau sendirilah yang menanggungnya. Tapi apa hakmu mengorbankan Drupadi di tempat ini? Apa hakmu, Kakakku?”
Lanjut Baca »
Pandawa
dan Punakawan segera ikut membantu mempersiapkan upacara pembakaran
jenasah yang akan dilakukan untuk Raden Gandamana. Tampak Dewi Drupadi
dan Dewi Srikandi serta Raden Drustajumena menangisi kepergian paman
mereka.
Dewi Drupadi tidak berani menatap ke Bratasena yang ternyata tinggi dan besar sekali itu. Demikian juga Srikandi selalu berpura-pura sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dan tanpa disadari tiba-tiba begitu banyak gadis dari keputren membantu mempersiapkan upacara itu, kelihatannya semua gadis di kerajaan ini ingin melihat lebih dekat Satria muda berwajah sangat tampan itu.
Lanjut Baca »
Dewi Drupadi tidak berani menatap ke Bratasena yang ternyata tinggi dan besar sekali itu. Demikian juga Srikandi selalu berpura-pura sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dan tanpa disadari tiba-tiba begitu banyak gadis dari keputren membantu mempersiapkan upacara itu, kelihatannya semua gadis di kerajaan ini ingin melihat lebih dekat Satria muda berwajah sangat tampan itu.
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Versi Jawa | Komentar Dimatikan
Ketika
masih remaja, Pandawa dan Korawa didik oleh seorang Brahmana yang sakti
dan terkenal dengan ajian Danurwedanya yaitu Resi Drona. Seorang
Brahmana mulia dan guru utama bagi putra raja Hastinapura. Resi Drona
mengajarkan berbagai ilmu kepada para siswa sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
Suatu ketika para siswa di ajar untuk memanah. Maka digantunglah sebuah apel dengan seutas tali di dahan pohon mangga. Satu per satu para siswa diminta untuk memanah apel tersebut. Duryudana tampil terlebih dahulu dengan gendewa di tangan dan langsung menarik busur dan membidik anak panah ke arah apel tersebut.
Lanjut Baca »
Suatu ketika para siswa di ajar untuk memanah. Maka digantunglah sebuah apel dengan seutas tali di dahan pohon mangga. Satu per satu para siswa diminta untuk memanah apel tersebut. Duryudana tampil terlebih dahulu dengan gendewa di tangan dan langsung menarik busur dan membidik anak panah ke arah apel tersebut.
Lanjut Baca »
Ditulis dalam Versi Jawa | Komentar Dimatikan